Jumat, 27 Juni 2014




Shuhaib r.a. berkata bahwa Rasulullah sw. bersabda, “Dahulu, ada seorang raja dari kalangan bangsa sebelummu (umat Nabi terdahulu). Sang raja mempunyai tukang sihir. Ketika usia si tukang sihir semakin tua, ia berkata kepada raja, ‘Aku telah lanjut usia. Karena itu, kirimkan seorang pemuda yang akan kuajari ilmu sihir.’ Maka, raja itu mengirim seorang pemuda untuk diajari ilmu sihir.
Di tengah perjalanan menuju rumah si tukang sihir, pemuda itu bertemu seorang pendeta. Sang pemuda singgah di tempatnya dan mendengarkan ucapannya.
Ketika pemuda itu sampai di tempat si tukang sihir, ia dipukul (karena terlambat). Sang pemuda mengadukan hal itu kepada si pendeta. Pendeta berkata, “Jika kamu tiba di rumah tukang sihir, katakanlah bahwa kamu terlambat karena urusan keluarga. Dan, jika tiba di rumahmu, katakanlah bahwa kamu terlambat karena ada urusan di rumah tukang sihir.

 
Suatu hari, dalam perjalanannya menuju rumah tukang sihir, sang pemuda melihat seekor harimau yang sangat besar berdiri di tengah jalan, sehingga tidak ada seorang pun yang berani melalui jalan itu. Pemuda itu berkata dalam hati, ‘Akan kubuktikan, mana yang lebih baik, si tukang sihir atau pendeta.’ Lalu, ia mengambil batu dan berkata, ‘Ya Allah, jika ajaran si pendeta lebih Engkau sukai daripada ajaran si tukang sihir, maka bunuhlah binatang itu agar orang-orang ini bisa lewat.’
Sang pemuda menimpuk binatang itu dengan batu, dan binatang itu pun mati.
Sang pemuda menceritakan hal itu kepada si pendeta. Pendeta berkata, ‘Anakku, sekarang, kamu lebih baik daripada aku. Kehebatanmu sudah mencapai tingkat yang tinggi, sebagaimana yang aku saksikan. Kamu akan menerima cobaan berat. Jika kamu mengalaminya, jangan sampai kamu menunjukkan keberadaanku.’
Sang pemuda juga bisa menyembuhkan kusta, kebutaan, dan berbagai macam penyakit.

Seorang pengawal raja yang mengalami kebutaan mendengar berita itu. Lalu, ia mendatangi pemuda itu dengan membawa banyak hadiah. Dia berkata, ‘Wahai anak muda, semua ini akan menjadi milikmu jika kamu bisa menyembuhkanku.’
Pemuda itu menjawab, ‘Bukan aku yang menyembuhkan, tapi Allah-lah yang menyembuhkanmu. Jika kamu beriman kepada Allah yang Mahatinggi, aku akan berdoa kepada-Nya, dan Dia-lah yang akan menyembuhkanmu.’ Lalu, ia beriman, dan Allah memberikan kesembuhan kepadanya.
Setelah itu, ia datang menemui raja. Raja berkata, ‘Siapa yang menyembuhkan matamu?’
Ia menjawab, ‘Tuhanku.’
‘Apakah kamu mempunyai tuhan selain aku?’
‘Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah.’
Pengawal itu pun ditangkap dan disiksa sampai ia menunjukkan keberadaan sang pemuda.
Pemuda itu pun diperintahkan menghadap Raja. Raja berkata, ‘Anak muda, sihirmu telah mampu menyembuhkan kebutaan dan penyakit kusta. Kamu juga mampu melakukan berbagai hal.’
Pemuda itu menjawab, ‘Aku tidak mampu menyembuhkan siapa pun. Yang menyembuhkan adalah Allah yang Mahatinggi.’
Lalu, pemuda itu ditangkap dan disiksa sampai menunjukkan keberadaan si pendeta.
Pendeta itu pun ditangkap. Raja berkata, ‘Tinggalkan agamamu.’ Pendeta itu tidak mau. Raja menyuruh pengawalnya untuk mengambil sebuah gergaji. Lalu, diambillah sebuah gergaji dan tubuh pendeta itu digergaji (dari arah kepala) hingga terbelah menjadi dua bagian.
Pengawal raja (yang sudah beriman) didatangkan. Raja berkata kepadanya, ‘Tinggalkan agamamu.’ Pengawal itu menolak. Maka, tubuhnya pun digergaji (dari arah kepala) hingga terbelah menjadi dua bagian.

Lalu, pemuda itu didatangkan. Raja berkata kepadanya, ‘Tinggalkan agamamu.’ Anak itu menolak. Maka, raja menyerahkannya kepada para pengawal. Raja berkata, ‘Bawalah pemuda ini ke puncak gunung itu. Jika ia mau meninggalkan agamanya, lepaskanlah dia. Tapi, jika ia tidak mau, lemparkanlah dia dari puncak gunung.’
Sesampai di puncak gunung, pemuda itu berdoa, ‘Ya Allah, selamatkanlah aku dari mereka dengan cara yang Engkau kehendaki.’ Lalu, gunung itu pun bergerak, dan para pengawal pun berjatuhan dari puncak gunung.
Pemuda itu kembali menghadap raja. Raja berkata kepadanya, ‘Apa yang telah dilakukan para pengawalku?’
‘Allah yang Mahatinggi telah menyelamatkanku dari keburukan mereka.’
Lalu, pemuda itu diserahkan kepada para pengawal yang lain. Raja memerintahkan, ‘Naikkan pemuda ini ke perahu, dan bawalah ke tengah laut. Jika ia mau meninggalkan agamanya, lepaskanlah dia. Jika tidak, lemparkanlah ia ke laut.’
Sesampainya di tengah laut, pemuda itu berdoa, ‘Ya Allah, selamatkan aku dari mereka dengan cara yang Engkau kehendaki.’ Maka, perahu itu pun terguling, dan para pengawal raja tenggelam.
Pemuda itu kembali menghadap raja. Raja berkata, ‘Apa yang dilakukan para pengawalku?’
‘Allah yang Mahatinggi telah menyelamatkanku dari keburukan mereka.’
Lalu, anak muda itu berkata kepada raja, ‘Engkau tidak akan bisa membunuhku, kecuali jika engkau melakukan perintahku.’
‘Apa itu?’
‘Kumpulkan rakyat di tanah lapang. Lalu, ikatlah aku di sebuah pohon. Ambillah satu anak panah dari kantong panahku dan letakkan di busur. Ucapkanlah, ‘Dengan menyebut nama Allah, Tuhan pemuda ini.’ Setelah itu, bidikkan anak panah ke arahku. Jika itu engkau lakukan, engkau akan dapat membunuhku.’
Raja mengumpulkan seluruh rakyat di tanah lapang, dan mengikat anak muda itu di sebuah pohon. Kemudian, raja itu mengambil anak panah dari kantong panah pemuda itu. Diletakkannya anak panah itu di busur panah, dan ia mengucapkan, ‘Dengan menyebut nama Allah, Tuhan anak muda ini.’
Setelah itu, anak panah dilepaskan, dan tepat mengenai pelipis pemuda itu. Pemuda itu meletakkan tangannya di pelipis, lalu meninggal dunia.
Rakyat yang hadir di tempat itu berkata, ‘Kami beriman kepada Tuhan pemuda ini.’
Seseorang datang menemui raja dan berkata, ‘Apakah engkau telah melihat apa yang pernah kau takutkan. Sungguh, yang kau takutkan benar-benar terjadi. Mereka telah beriman kepada Tuhan pemuda itu.’
Raja memerintahkan untuk membuatkan parit api, lalu berkata, ‘Barangsiapa yang tidak meninggalkan agamanya, maka lemparkanlah mereka ke dalam parit api ini.’ Perintah pun dilaksanakan. Ketika tiba giliran seorang wanita yang menggendong anaknya, wanita itu ragu. Tiba-tiba, anak yang ada dalam gendongannya berkata, ‘Bersabarlah, wahai Ibu, karena engkau berada di jalan yang benar.’” (h.r. Muslim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar