Minggu, 22 Juni 2014

Abdullah Ibnu Rawahah.

Namanya Abu Amr Al Anshori Al Khazraji Al Badri An Naqib Asy Syair, yang biasa dipanggil Abdullah Ibnu Rawahah. Beliau berasal dari Madinah, tepatnya dari suku Bani Khazraj. Di antara 12 orang yang mengikuti Bai’at Aqobah pertama, beliau salah satu di antaranya. Begitu pula dengan Bai’at Aqobah kedua, beliau adalah satu di antara 73 orang yang mengikutinya. Beliau memiliki aqidah yang salim dan keimanan yang kuat.
Beliau pandai dalam bersyair, dan Rasulullah menyukai syair-syairnya. Pernah ia berduka ketika mendengar turunnya ayat yang berbunyi, “dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat” (Asy Syu’araa: 224). Namun kemudian ia kembali bahagia saat turun ayat yang berbunyi, “kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang beriman dan beramal saleh dan banyak menyebut nama Allah dan mendapat kemenangan sesudah menderita kezaliman…” (Asy Syu’araa: 227).
Saat Rasulullah dan kaum muslim hijrah ke Madinah, Abdullah bin Rawahah selalu menjaga keamanan dan memenuhi kebutuhan mereka. Beliau pula yang selalu memperhatikan gerak-gerik Abdullah Bin Ubay, tokoh munafik yang selalu ingin mencelakai Rasulullah. Abdullah juga tidak pernah absen di setiap peperangan. Mulai dari perang Badr, Uhud, Khandaq, Khaibar, Hudaibiyah hingga peperangan yang terakhir diikutinya yaitu perang Mu’tah.
Sejarah perang Mu’tah membuktikan kesungguhan Abdullah bin Rawahah. Sebelum pasukan muslim sampai di tempat peperangan, mereka dapat melihat jumlah pasukan Romawi yang berjumlah sekitar 200.000 orang, sedangkan pasukan muslim hanya sekitar 3.000 orang. Melihat hal ini salah seorang sahabat berpendapat, “sebaiknya kita kirim utusan kepada Rasulullah, memberitakan jumlah musuh yang besar. Mungkin kita akan dapat bantuan tambahan, atau jika diperintahkan tetap maju maka kita patuhi”.
Mendengar hal ini Abdullah Bin Rawahah langsung berdiri di antara ribuan pasukan seraya menggetarkan hati yang lainnya, “wahai umat Islam, kalian keluar mencari syahid dan sekarang pintu untuk mati syahid telah terbentang luas di hadapan mata. Kita berperang bukan karena kekuatan dan jumlah, kita memerangi mereka semata-mata karena agama yang Allah telah memuliakan kita dengannya, maka lanjutkanlah perjalanan kalian karena hanya dua kemungkinan yang menanti kalian, menang atau mati syahid!”.
Mendengar perkataan Abdullah, semangat para sahabat yang lain kembali berkobar. Maka dengan kesungguhan mereka maju ke medan perang untuk menjemput dua kemungkinan yang dikatakan Abdullah, yakni Menang, atau mati syahid. Sebelum berangkat berperang, Rasulullah berpesan, agar panglima dipegang alih oleh Zaid bin Haritsah. Bila ia gugur, maka panglima diambil alih oleh Ja’far bin Abi Thalib. Bila ia juga gugur, maka Abdullah bin Rawahah yang akan menggantikan menjadi panglima. Ternyata kedua panglima yang pertama disebut Rasulullah benar dijemput oleh kesyahidan. Tampillah Abdullah bin Rawahah sambil memegang panji Islam, ia menebas semua musuh yang ada di hadapannya, hingga syahid juga menjemputnya. Ya, waktu keberangkatannya menemui Allah SWT sudah tiba. Ia tidak mati, melainkan rohnya yang berbahagia tetap hidup untuk bertemu Rabb-nya.
Sungguh sosok pribadi yang menginspirasi. Dialah Abdullah Ibnu Rawahah, yang kepandaian menyairnya digunakan untuk meluaskan Islam, yang dengan kesungguhannya menjaga pertahanan Islam dengan mengintai orang-orang munafik yang ingin mencelakakan umat Islam. Dan dengan amanahnya menjalankan tugas sebagai panglima peperangan, serta dengan istiqamah menjemput kesyahidan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar