Minggu, 29 Juni 2014

makalah psikologi Islam


                        
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia terdiri dari dimensi fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual dimana setiap dimensi harus dipenuhi kebutuhannya.Seringkali permasalahan yang mucul pada klien ketika mengalami suatu kondisi dengan penyakit tertentu (misalnya penyakit fisik) mengakibatkan terjadinya masalah psikososial dan spiritual.Ketika klien mengalami penyakit, kehilangan dan stres, kekuatan spiritual dapat membantu individu tersebut menuju penyembuhan dan terpenuhinya tujuan dengan atau melalui pemenuhan kebutuhan spiritual.
psikologiislam
Dengan kata lain apabila satu dimensi terganggu, maka dimensi yang lain akan terganggu. Sebagai contoh apabila seseorang sedang sakit gigi atau sakit kepala (dimensi fisik terganggu)maka akan sangat mudah baginya untuk marah (dimensi emosional ikut terganggu).
Untuk menghadapi masalah distres spiritual contohnya, perawat dapat memberikan intervensi yang ditujukan untuk memenuhi beberapa hal yaitu: dengan membantu klien, memenuhi kewajiban agamanya, meningkatkan perasaan penuh harap dan memberi sumber spiritual serta membina hubungan personal dengan pencipta. Namun, dalam memberikan asuhan keperawatan tersebut sebelumnya perawat harus mengkaji terlebih dahulu dan menyesuaikan asuhan keperawatan sesuai dengan perkembangan aspek spiritual dari klien.
Sehingga dengan maklah ini penulis ingin mengetahui lebih jauh mengenai Perkembangan Spiritual dalam psikologi yang lebih rinci dan mendetil dari mulai usia dini hingga lanjut usia, sehingga nantinya akan menjadi suatu ilmu yang mudah-mudahan bisa menyadari dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, baik bagi diri sendiri maupun kepada orang lain.

B. Perumusan Masalah
Ø  Apa Pengertian Spiritual ?
Ø  Bagaimana Perkembangan Spiritual dari usia dini hingga lanjut usia ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Spiritualitas
1) Spiritual secara bahasa dan Istilah

Kata spiritualitas berasal dari bahasa Inggris yaitu “ spirituality”, kata dasarnya “Spirit” yang berarti: “roh,jiwa,semangat” (Echols & Shadily,1997). Kata spirit sendiri berasal dari kata latin “spiritus” yang berarti; luas atau dalam (breath), keteguhan hati atau keyakinan (courage), energy atau semangat (vigor) dan kehidupan (Ingersoll,1994). Kata sifat spiritual berasal dari kata latin spiritualitas yang berarti “of the spirit” (kerohanian)[1].

2) Spiritual menurut beberap Ahli

a)  Ingersoll (1994) mengartikan spiritualitas sebagai wujud dari karakter spiritualitas, kualitas atau sifat dasar. Belakangan, definisi tentang spiritualitas meliputi komunikasi dengan tuhan ( Fox, 1983) dan upaya seseorang untuk bersatu dengan tuhan ( Mangill & Mcgreal, 1988).Tillich (1959) menulis bahwa spiritualitas merupakn persoalan pokok manusia dan pemberi makna substansi dari kebudayaan. Witmer (1989) mendefinisikan spiritualitas sebagai suatu kepercayaan akan adanya  suatu kekuatan atau suatu yang lebih agung dari diri sendiri.
b) Bollinger (1969) menggambarkan kebutuhan spiritual sebagai kebutuhan terdalam dari diri seseorang yang apabila terpenuhi individu akan menemukan identitas dan makna hidup yang penuh arti. Booth ( 1992) menjelaskan bahwa spiritualitas adalah suatu sikap hidup yang memberi penakanan energi, pilihan kreatif dak kekuatan penuh bagi kehidupan serta menekankan pada upaya penyatuan diri dengan suatu kekuatan yang lebih besar dari individual, suatu cocreatorship dengan tuhan.
c)  Menurut Aliah B. Purwakania Hasan (2006), Spiritualitas memiliki ruang lingkup dan makna pribadi yang luas, hanya saja spiritualitas mungkin dapat dimengerti dengan membahas kata kunci yang sering muncul ketika oramg-orang mengabarkan arti spiritualitas bagi mereka. Dengan mengutip hasil penelitiannya Martshop dan mikley, Aliyah  B purwakania hasan menyebutkan  beberapa kata kunci yang bisa di pertimbangkan., yaitu:

v  Meaning (makna). Makna merupakan sesuatu yang signifikan dalam kehidupan manusia, mersakan situasi, memiliki dan mengarah pada suatu tujuan.
v  Velue (nilai-nilai). Nilai-nilai adalah kepercayaan, standard an etika yang di hargai.
v  Transcendence (transendensi). Transendensi adalah merupakan pengalaman, kesadaran dan penghargaan terhadap dimensi  transendensal bagi kehidupan diatas diri seseorang.
v  Connecting (bersambung). Bersambung adalah meningkatkan kesadaran terhadap hubungan dengan diri sendiri, orang lain, tuhan dan alam.
v  Becoming (menjadi). Menjadi adalah membuka kehidupan yang menuntut refleksi dan pengalaman, termasuk siapa seseorang dan bagaimana seseorang mengetahui.

B. Perkembangan Spiritual
James Fowler (1993, 2000) mengemukakan bahwa antara kebutuhan kognitif dan emosional tidak dapat dipisahkan dalam perkembangan spiritual.Spritual tidak dapat berkembang lebih cepat dari kemampuan intelektual dan tergantung pada perkembangan kepribadian.Jadi teori perkembangan spiritual Fowler meliputi ketidaksadaran, kebutuhan, kemampuan seseorang, dan perkembangan kognitif. Fowler mlihat ada 6 fase perkembangan spiritual yaitu :
1)  Intuitive-projective faith
Fase ini minimal terjadi setelah usia 4 tahun. Pada fase ini manusia hanya fokus pada kualitas secara permukaan saja, seperti apa yang digambarkan oleh orang dewasa dan tergantung pada luasnya fantasi dari manusia itu sendiri. Di sini konsep Tuhan direfleksikan sebagai sesuatu yang gaib[2].
2)  Mythical-literal faith
Terjadi pada usia minimal 5 sampai 6 tahun. Pada fase ini, fantasi sudah tidak lagi menjadi sumber utama dari pengetahuan, dan pembuktian fakta menjadi perlu.Pembuktian kebenaran bukan berasal dari pengalaman aktual yang dialami sendiri, tapi berasal dari sesuatu yang dianggap lebih ahli, seperti guru, orang tua, buku, dan tradisi.Kepercayaan di fase ini mengarah pada sesuatu yang konkrit dan tergantung dari kredibilitas orang yang bercerita.
3)  Poetic-conventional faith
Terjadi pada usia minimal 12 sampai 13 tahun. Pada fase ini kepercayaan tergantung pada konsensus dari opini orang lain, orang yang lebih ahli. Mempelajari fakta masih menjadi sumber informasi, tapi individu mulai percaya pada penilaian mereka sendiri.Meskipun demikian mereka belum sepenuhnya percaya terhadap penilaian mereka tersebut.
4)   Individuating-reflective faith
Terjadi pada usia minimal 18 sampai 19 tahun. Pada fase yang ketiga remaja tidak dapat menemukan area pengalaman baru karena tergantung pada orang lain di kelompoknya yang belum tentu dapat menyelesaikan masalah. Individu di fase ini mulai mengambil tanggungjawab atas kepercayaannya, perilaku, komitmen, dan gaya hidupnya. Tapi individu pada tahap ini tetap masih membutuhkan figure yang bisa diteladani.
5)   Paradoxical-consolidation faith
Terjadi pada usia minimal 30 tahun. Pada fase ini individu mulai bisa memahami dan mengintegrasikan elemen spiritual seperti simbolisasi, ritual, dan kepercayaan.Individu di fase ini juga menganggap bahwa semua orang termasuk dalam kelompok yang universal dan memiliki rasa kekeluargaan terhadap semua orang.


6)  Universalizing faith
Terjadi pada usia minimal 40 tahun. Tapi meskipun begitu Fowler menganggap bahwa sangat sedikit orang yang mampu  mencapai fase ini, sama seperti fase terakhir dari perkembangan moral Kohlberg.

C. Dimensi Spiritual
Meskipun para tentang spiritualitas yang sehat mencata bahwa spiritualitas harus dipahami dalam multidimensional, namu Ingersoll  menggambarkan spiritualitas dalam tujuh dimensi, yaitu  makna (meaning) konsep tentang ketuhanan (conception of divinity), hubungan  (relationship), misteri (mystery), pengalaman (experience), perbuatan atau permainan (play), dan integrasi (integration).
1.   Meaning, 
Meaning atau makna merupakan dimensi terpentin  dari spiritualitas. Meslipunmakna tidak mungkin di gambarkan dalam cara-cara umum,namun ia dapat dipahami sebagai sesuatu yang dialami individu yang mebuat kehidupannya lebih bernilai  atau berharga. Manususia mengisi hidupnya bukan hanya sia-sia. Sasaran merupakan wujud kriterium yang ingin akan di capai sseorang. Ia dapat bermakna, tapi juga berpeluang untuk menjadi bermakna.  Sebagaimana yang dikatakan  Viktor Frankl: Setiap orang ingin mengisi kehidupannya  menjadi bermakna, dan ia memiliki kebebasan yang bertanggung jawab  untuk menentukan sikap bagaimana ia akan mencapai makna ini, manusia memiliki perangkat atau alat untuk mencapai makna ini, yang berkembang sesuai dengan pengalaman yang mengasahdirinya.

2.   Conception of divinity,
Dimensi kedua dari spiritualitas adalah konsep ketuhanan. Bagaiman konseftualisasi  seseorang tentang tuhan munkin bermacam-macam. Salah satunya menurut Fok, (1983) bahwa  mentegorisasikan konsep individu tentang yuhan Tuhan atas teistik, ateistik, pantheistik, atau panetheistik  Secara ateistik seseorang menyangkal  (refute) atau menolak (resist) konsepsi tentang tuhan.

3.   Ralationship,
Dimensi spiritualitas yang ketiga adalah dimensi hubungan. Salah satu tujuan dari semua mitologi, termasuk system  agama adalah untk menemukan hubungan. Hubungan ini mencakup bagaimana individu hubungan dengan konsepnya tentang ketuhanan  dan dengan orang lain.

4.   Mystery.
Misteri merupakan salah satu dimensi spiritualitas yang penting.Banyak upaya untuk menggambarkan spiritualitas menyinggung misteri dan embiguitas dari spiritualitas. Banks, dalam menguraikan dimensi misteri ini mencatat bahwa spiritualitas merupakan dimensi yangf secara tripikal  dirasakan  sebagai sesuatu yang tidak bisa dipahami  dan tidak bisa dilukiskan.

5.   Experience.
Disamping konsep tentang tak terbatas, kesadaran tentang makna, dinamika hubungan, dan dimensi misteri, terdapat kebutan untuk menjelaskan bagaimana semua ini dimanifestasi dalam pengalaman (experience) individual. Campbell menekankan pentingnya pengalaman spiritualitas, dimana orang menceritakan  tentang pencarian makna hidup; apa yang sesunguhnya mereka cari tidak lain adalah pengalaman hidup, dan memghubungkan spirtualitas dengan pengalaman yang terjadi dalam kehidupan.

6.   Dimentional Integration.
Keenem dimensi spiritual yang telah dijelaskan diatas , sebenarnya tidak berdiri sendiri, melainkan saling berintegrasi dan merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.












BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam pengetahuan perkembangan spiritualitas, kita ketahui bahwa spiritualitas adalah dorongan yang berupa Spirit motivation dalam menjalankan berbagai macam  gejolak – gejolak dalam hidup sehingga bisa berubah seutuhnya menjadi lebih baik.
Dalam perkembangan spiritualitas ini menunjukkan perkembangan dimana usia-usia seseorang untuk mengetahui hal-hal yang ghaib, di mana seseorang untuk mengikuti  fase pertumbuhannya.
Spiritualitas juga bertujuan untuk mencapai suatu pengetahuan yang banyak berupa dimensi-dimensi dan asfek yang metoleris danakan mengetahui tuhan, Hal ini mengandung beberapa unsur dari spiritual itu sendiri antara lain
Ø Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam kehidupan.
Ø Menemukan arti hidup atau makna hidup.
Ø Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri.
Ø Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Tuhan Yang Maha Kuasa.










Daftar Pustaka

Desmita.(2009). Psikologi Perkembangan Peserta Didik.  Bandung.
http://ramabintangsekolah.blogspot.com/2010/03/james-fowler-james-fowler-1993-2000.html






[1] . Desmita.(2009). Psikologi Perkembangan Peserta Didik.  Bandung.
[2]. james-fowler-james-fowler-1993-2000.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar