Namanya Abu Amr Al Anshori Al Khazraji Al Badri An Naqib Asy Syair, yang
biasa dipanggil Abdullah Ibnu Rawahah.
Beliau berasal dari Madinah, tepatnya dari suku Bani Khazraj. Di antara 12
orang yang mengikuti Bai’at Aqobah pertama, beliau salah satu di antaranya.
Begitu pula dengan Bai’at Aqobah kedua, beliau adalah satu di antara 73 orang
yang mengikutinya. Beliau memiliki aqidah yang salim dan keimanan yang kuat.
Beliau pandai dalam bersyair, dan
Rasulullah menyukai syair-syairnya. Pernah ia berduka ketika mendengar turunnya
ayat yang berbunyi, “dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang
sesat” (Asy Syu’araa: 224). Namun kemudian ia kembali bahagia saat turun ayat
yang berbunyi, “kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang beriman dan beramal saleh
dan banyak menyebut nama Allah dan mendapat kemenangan sesudah menderita
kezaliman…” (Asy Syu’araa: 227).
Saat Rasulullah dan kaum muslim
hijrah ke Madinah, Abdullah bin Rawahah selalu menjaga keamanan dan memenuhi
kebutuhan mereka. Beliau pula yang selalu memperhatikan gerak-gerik Abdullah
Bin Ubay, tokoh munafik yang selalu ingin mencelakai Rasulullah. Abdullah juga
tidak pernah absen di setiap peperangan. Mulai dari perang Badr, Uhud, Khandaq,
Khaibar, Hudaibiyah hingga peperangan yang terakhir diikutinya yaitu perang
Mu’tah.
Sejarah perang Mu’tah membuktikan
kesungguhan Abdullah bin Rawahah. Sebelum pasukan muslim sampai di tempat
peperangan, mereka dapat melihat jumlah pasukan Romawi yang berjumlah sekitar
200.000 orang, sedangkan pasukan muslim hanya sekitar 3.000 orang. Melihat hal
ini salah seorang sahabat berpendapat, “sebaiknya kita kirim utusan kepada
Rasulullah, memberitakan jumlah musuh yang besar. Mungkin kita akan dapat
bantuan tambahan, atau jika diperintahkan tetap maju maka kita patuhi”.
Mendengar hal ini Abdullah Bin
Rawahah langsung berdiri di antara ribuan pasukan seraya menggetarkan hati yang
lainnya, “wahai umat Islam, kalian keluar mencari syahid dan sekarang pintu
untuk mati syahid telah terbentang luas di hadapan mata. Kita berperang bukan
karena kekuatan dan jumlah, kita memerangi mereka semata-mata karena agama yang
Allah telah memuliakan kita dengannya, maka lanjutkanlah perjalanan kalian
karena hanya dua kemungkinan yang menanti kalian, menang atau mati syahid!”.
Mendengar perkataan Abdullah,
semangat para sahabat yang lain kembali berkobar. Maka dengan kesungguhan
mereka maju ke medan perang untuk menjemput dua kemungkinan yang dikatakan
Abdullah, yakni Menang, atau mati syahid. Sebelum berangkat berperang,
Rasulullah berpesan, agar panglima dipegang alih oleh Zaid bin Haritsah. Bila
ia gugur, maka panglima diambil alih oleh Ja’far bin Abi Thalib. Bila ia juga
gugur, maka Abdullah bin Rawahah yang akan menggantikan menjadi panglima.
Ternyata kedua panglima yang pertama disebut Rasulullah benar dijemput oleh
kesyahidan. Tampillah Abdullah bin Rawahah sambil memegang panji Islam, ia
menebas semua musuh yang ada di hadapannya, hingga syahid juga menjemputnya.
Ya, waktu keberangkatannya menemui Allah SWT sudah tiba. Ia tidak mati, melainkan
rohnya yang berbahagia tetap hidup untuk bertemu Rabb-nya.
Sungguh sosok pribadi yang
menginspirasi. Dialah Abdullah Ibnu Rawahah, yang kepandaian menyairnya
digunakan untuk meluaskan Islam, yang dengan kesungguhannya menjaga pertahanan
Islam dengan mengintai orang-orang munafik yang ingin mencelakakan umat Islam.
Dan dengan amanahnya menjalankan tugas sebagai panglima peperangan, serta
dengan istiqamah menjemput kesyahidan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar